Tela’ah Awal Solusi Persoalan UMKM
Perubahan
iklim bisnis kepada era yang disebut globalisasi adalah malapetaka yang akan
datang pada keberlanjutan usaha kecil dan menengah. Jika suatu bidang usaha
tetap ngotot menjadi peserta dari kejamnya persaingan pasar maka tidak ada
pilihan selain berada di garda depan adaptasi sistem akuntansi.
Usaha
kecil menengah merupakan sektor usaha yang memiliki peran cukup tinggi dalam
perekonomian daerah, terutama dalam penyediaan lapangan kerja. Dengan jumlah
UMKM mencapai 56,5 Juta sebagaimana data Kementerian Koperasi dan UKM
Indonesia, UMKM di Indonesia menyumbang lebih dari 90% pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. Namun demikian jika diteropong dari berbagai sudut pandang, sisi
perkembangan usaha kecil menengah akhir-akhir ini cukup memprihatinkan terlebih
dengan masuknya berbagai produk impor yang merupakan hasil usaha menengah luar
negeri. Belum lagi menjamurnya pasar modern yang menyedot konsumen dari usaha
kecil menengah masyarakat lokal. Kondisi demikian akan memperlemah posisi
sektor usaha kecil di pasar Indonesia.
Semakin
melemahnya posisi sektor usaha kecil di pasar, dalam jangka panjang akan
berdampak pada turunnya taraf hidup masyarakat serta bertambahnya pengangguran.
Oleh karenanya diperlukan upaya-upaya yang mengarah pada pengembangan sektor
usaha kecil dalam rangka memperbaiki mutu produk atau jasa sehingga mampu bersaing di pasar global.
Menurut Thomas W dan Norman M
dalam bukunya ‘ Pengantar
Kewirausahaan dan Manajemen
Bisnis Kecil “,
sebab-sebab kegagalan bisnis diantaranya adalah Ketidakmampuan Manajemen.
Sedangkan
dalam upaya untuk memperbaiki mutu produk diperlukan pengelolaan usaha
(manajemen) yang baik, meliputi aspek
permodalan, produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan pembukuan.
Disisi lain, meredupnya
jumlah konsumen memang berafiliasi erat dengan perubahan dan persaingan
kualitas produk, namun lebih dari itu, seperti halnya orang lomba lari, jika dilintasan ia tak berlari
cukup cepat maka wajarnya ia akan tertinggal. Lebih menggenaskan lagi jika
kemudian hal itu bisa saja membuat kita dilindas peserta yang start belakangan.
Menurut hemat penulis selama ini pengusaha kecil dan menengah cenderung “mengalah”
pada pesaing. Nama global yang dibawa pesaing tidak memacu semangat pewirausaha
untuk memadankan usahanya dengan pesaing yang mengusung produk serupa tetapi
justru mematahkan semangat juang usaha dengan alasan terkendala pada berbagai
hal terutama dalam aspek-aspek yang disebutkan diatas. Karenanya, perlu
pembaharuan cara pandang dari pelaku usaha agar penyaduran usaha yang dilakukan
sesuai kebutuhan pasar global.
Aspek
permodalan menjadi kendala umum
pengusaha kita, namun sebenarnya kendala modal akan teratasi dengan sendirinya
jika aspek pembukuan/sistem keuangan perusahaan tersusun rapi sesuai Standar Akuntansi Keuangan untuk
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau yang lebih dikenal dengan sebutan SAK
ETAP. SAK ETAP ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia
untuk perusahaan kecil dan menengah yang dimaksudkan agar semua unit usaha
menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Standar ETAP ini cukup sederhana dan tentu tidak akan
menyulitkan bagi penggunanya. Pembukuan yang sesuai dengan standar akuntansi
keuangan tersebut nantinya akan mempermudah pengusaha kecil mendapatkan dana
segar pihak ketiga atau investor karena syarat layak mendapatkan pinjaman
adalah laporan keuangan terstandar. Seiring dengan teratasinya kendala modal
tersebut, kendala pemasaran dan sumberdaya yang sesuai akan bisa diambil
jasanya sejalan dengan perwujudan perubahan kualitas dan kuantitas produksi. Semisal
peningkatan perwajahan produk dan kemasan jual.
Pemerintah
sebagai tempat mengadu rakyat memiliki peran vital dalam mengembangkan jiwa
entrepreneurship bagi yang mau berupaya memajukan usahanya. Peran vital tersebut
memperjelas pentingnya perbaikan pengelolaan usaha dengan segala aspeknya
sebagai langkah awal membangun kemandirian ekonomi. Peran vital itu juga yang
memperwajar kenapa pesta demokrasi digadang-gadang sebagai pesta rakyat,
perubahan pemegang tampuk kepentingan rakyat juga diembankan harapan untuk
melukar kendala usaha rakyat.
Kebijakan
pro rakyat juga harus memperluas akses pasar dan akses informasi usaha rakyat
yang hari ini masih terbatas. Harapan tersebut bisa diwujudkan melalui
kebijakan strategis yang tegas berbentuk dukungan aplikatif dan membumi. Pendampingan
dari Klinik UKM ataupun jasa pendampingan dari Klinik/lembaga yang memfokuskan
diri dalam kegiatan serupa dalam rangka membantu pemerintah memacu perkembangan
ekonomi melalui sektor UKM juga patut diapresiasi keberadaannya. Sehingga
tercipta kerjasama percepatan pembangunan ekonomi rakyat berbasis semangat
korsa.
Pengembangan
usaha kecil dan menengah sebagai bentuk peningkatan kualitas ekonomi rakyat,
jelas menjadi tanggungjawab pemerintah. Menjadikan pengembangan usaha kecil dan
menengah sebagai salah satu fokus pemerintah tidak hanya merupakan kebijakan
pro rakyat yang nantinya akan bermetamorfosis menjadi asset utama daerah jika
diberikan pendampingan berkelanjutan. Namun ditingkat lebih lanjut akan
membentuk emperial usaha bangsa karena juga berfungsi sebagai pondasi
kemandirian ekonomi nasional.
Kita
berharap pertemuan yang diinisiasi Kementrian Koperasi dan UKM pada Juli 2013
lalu yang menginisiasi pendampingan usaha kecil dan menengah nasional dengan kombinasi
tujuh sub program diantaranya pemagangan
nasional, gerakan kewirausahaan nasional, pengembangan kurikulum pendidikan
kewirausahaan, pemberdayaan konsultan pendamping UKM, pembinaan organisasi,
jaringan konsultan bisnis UKM, dan terakhir adalah revitalisasi klinik UKM,
tidak hanya sekedar menjadi program seremonial karena harus diwujudkan secara
nyata sampai ke daerah sehingga benar-benar menjadi program penyejahteraan
rakyat.
Pada
akhirnya program yang “jangan sampai harus dalam jangka panjang” mewujudkan
bangsa yang berdikari secara ekonomi sebagaimana diserukan oleh Bung Karno dalam
Tri Sakti akan bisa dicapai.