Aku tak berani bercerita pada Ibu, tentang pergantian siang menjadi malam. Karna wajah Ibu tlah pucat oleh beban yang kami jarang sekali bantu. Tapi berat ini rasanya tak kuat kuangkat sendiri. Ahh, beban Ibu tentu lebih berat. Dan ia tak pernah mengeluh. Senyumnya itu yang membuat kami percaya. Percaya pada kekuatan, kelapangan hati dan kebesaran cintanya untuk kami.
Waktu bulan sedang bersembunyi, bunda menarik bintang mendekat. Agar aku yang senang memandang bulan bisa tengadah lagi agak sesaat. Bagiku Bunda bukan sekedar pahlawan, ia pemenang disemua kompetisi sekalipun bukan yang finis diurutan pertama. Mengingat batas kemampuan yang kumiliki, aku tau Bunda pernah kubuat kecewa. Tapi ia tak pernah marah, Ia hanya tersenyum.
Bunda akan sangat ribut saat kami tak sholat, bahkan hanya karna Ia tak melihat kami sholat. Bunda lembutkan nada dan katanya saat meraba hati kami, "itu yang selalu membuat Bunda menadahkan tangan pada tuhan". Itu saja yang mendeskripsikan tentang senyum Bunda dimasa kekurangajaran anak-anaknya terhadap prestasi dalam paradigma rakyat negeri ini.Pengabdian 28 tahun dibawah tekanan sebagaimana tertera diatas kertas itu yang Bunda tanggungkan untuk mematri senyum pada kanvas hidup kami, anak-anaknya. Kalaupun tidak demikian, aku tetap siap menempuh jalan dosa jika ada yang sempat menyakiti Bunda, hatinya terutama.
Siapapun, jangan perbuat pada Bunda demikian.
Kutuliskan dengan memohon.
19-20 Februari 2012
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda sangat diharapkan.
Atas komentar yang Anda berikan, Kami ucapkan Terimakasih.
Bersama Kita berpikir untuk INDONESIA dan DUNIA.