Tuhan, jika memang aku akan pulang dalam waktuMU yang tak tentu, maka sungguh saat ini aku belum punya apa-apa untuk kubawa, pun untuk kutinggalkan. Hanya ketiadaan dari cinta yang sempat kutitipkan dari hati pada segelintir orang, sekedar memenuhi syarat bahwa aku cukup manusiawi sebagai manusia biasa. Aku bukan pelaku ibadah yang gagah, tak pula pembawa tawa untuk petugasMU si pencabut nyawa. Sehingga mungkin itu jadi sebab aku ingin hidup lama, sampai batas masa yang tak ingin kudefinisi.
Sisi mana yang cukup manis dan bisa kutempati dalam semestaMU, yang kau izinkan aku berbuat semena-mena disana? Bukankah tak ada. Bukankah kata “merdeka“ yang kau izinkan kami para khalifah di duniaMU ini kenali berhakikat nisbi, selalu ada batas dan aturan dalam kemerdekaan itu. Dan aku tetap saja tak mengenalnya dalam dunia nyata, hanya ilusi. Seperti belukar padang impian. Impian yang menyenangkan. Heheh, aku punya puisi tentang itu.
Kau tau apa yang sedang terjadi dalam tubuhku, mungkin ia sedang bermetamorfosa ke stadium sialan yang orang sok pintar berjubah putih itu katakan. Aku tak begitu mempedulikannnya. Tapi aku tak bisa abai pada waktuMU yag tak tentu, entah yang keberapa kali hatiku bersujud dengan suara nan lebih lembut untuk pengabulanMU, izinkan aku ada lebih lama…
Aku bukan kekasih yang datangnya membawa bahagia, aku anak yang Kau titipkan durhaka dipundaknya. Lalu jika si Izrail yang aku sudah lupa ia urutan keberapa dalam petugasMU yang sepuluh itu bertamu sekarang, mesti kujamu dengan apa untuk memunculkan senyum dan kelembutan saat ia mulai menyentuh nadi tak kasat mata yag Kau hembuskan dulu saat cikalku masuk empat puluh hari?
Aku tau Kau menjawab tuhan, kebebalanku yang tak mampu mendengarMU.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda sangat diharapkan.
Atas komentar yang Anda berikan, Kami ucapkan Terimakasih.
Bersama Kita berpikir untuk INDONESIA dan DUNIA.