Aku ingin menulis puisi, tentang bulanku yang sembunyi dibalik awan. Namun gelap yang ia tinggalkan mengutuk kemandulan kata-kata untuk memuji. Sebab bintang-bintang mengadu melihat kenakalannya. Kemudian airmataku mengembun, menjadi tinta menulis sakit menyayat pipi. Kau mungkin tak pernah tau, bulanku, kenapa aku tak menulis puisi untukmu malam itu. Lalu kata-katamu membuncah, bertanya pada dunia kenapa harapmu tak terkabul saat bangun pagi. Dan aku jadi lebih sedih, karna airmatamupun mengalir disana.
Hanya beberapa hari kan sayang...
Hanya beberapa hari aku tak menggenggam alat komunikasi itu, dan kau bisa membuatku menangis. Lebih dalam dari sentuhan emosimu yang tak kau kenali sebabnya. Aku tau, tak hanya sekali, kau ulangi karna akupun tak bisa dihubungi. Kemudian kau kembali bertanya; pertanda apakah ini....???
Aku berharap tak pernah membahasnya, biar tulisan ini yang menyampaikan padamu jika suatu saat kau sempat membaca. Aku takut emosiku tercerabut menjelaskan betapa aku kecewa pada ketidakberdayaanku untuk selalu ada bagi setiap sepimu, ketidakmampuanku menjadi payung disetiap rinai masalah yang menerpamu, dan betapa malunya aku pada keringkihanku menopang perjuanganmu mengalahkan dunia.
Tapi aku telah percaya, sungguh-sungguh percaya. Percaya pada janjimu untuk tetap bersinar dan tak nakal. Percaya pada tawamu saat kukecup lewat udara. Percaya pada setiap kata yang kau janjikan hanya untukku. Hingga rasa percaya retak oleh aduan bintang, memacu jantungku menggetarkan tulang iga !!
Dan kaupun harusnya percaya padaku, percaya tentang apa yang telah kusampaikan padamu mengenai lelaki.
Dan aku kembali meminta ma'af, atas ketidakmampuan, keringkihan dan rasa malu karna tidak menjadi sosok yang selalu ada untukmu. Ma'af ini kulukis dengan airmata...
23/04/2012
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda sangat diharapkan.
Atas komentar yang Anda berikan, Kami ucapkan Terimakasih.
Bersama Kita berpikir untuk INDONESIA dan DUNIA.