Dik, tak seharusnya kau merasa dunia sedang tak ramah. Disepanjang jalan hidup, pasti ada lobang yang kita bahkan tak sengaja terjang. Tapi bukan berarti hidup sampai disana. Kita tak boleh berhenti sebelum sampai ditujuan. Atau kau memilih untuk pulang dengan menundukkan kepala? Jika demikian, jangan mengaku sebagai adikku.
Teman, seperti cerita yang kita tertawakan, titel sarjana hanya mampu mengantar kita sampai meja wawancara. Setelahnya, tidak ada garansi ijazah itu mempersembahkan kejayaan. Kita mesti mengasong dengan kapasitas interaksi, intelektual, dan lebih baik keduanya biar kita tidak selalu jadi bawahan. Suatu ketika, telunjuk kita mesti mampu diangkat, utamanya saat ujungnya tak searah dengan pandangan mata. Pada masa itu, kita bisa mengajak banyak orang untuk tidak hanya menunduk, berpikir yang tak bersolusi. Tujuan pikir hatiku begitu.
Perempuan yang dijanjikan tuhan sebagai bagian taqdir, tentang diriku yang tak jelas aku mohon maaf. Kita akan temukan "bilanya". Ya, aku hanya seperti ini, esok mungkin lebih parah. Tapi apakah lusa sekusut itu? (Aku yakin, kau tersenyum saat menjawabnya).
Ibu,, aku selalu khawatir saat melangkah keluar rumah,, sekalipun Engkau selalu membekaliku dengan senyum...
Sepertinya anakmu yang tak jelas ini belum mampu jadi anak baik Buu...
Masih berharap pemahaman yang selalu Kau beri tanpa diminta...
Aku sayang Ibuu,, Arif Rahman sayang Ibuu...
13/03/2012
good writen for our life!!!
BalasHapusThanks buddy.
BalasHapus