Minggu, 08 Juli 2012

Pelajar di Sekolah yang Tak Tinggi

Tulisan ini adalah bentuk keprihatinan tentang Kita, Saudaraku"

Saya seorang pelajar dari sebuah sekolah. Bukan sekolah tinggi karna isinya rata-rata menengah kebawah. Sekolah ini juga punya tingkatan dan ijazah disetiap tingkatnya. Para pelajar disekolahku tidak mengenal teman, karna pelajar lain adalah saudara. Karna itu kami saling menjaga. Kami tak pernah diajarkan meminta kembali sebungkus Supermi yang kami beli dan dimakan saudara kami saat kelaparan.


Kemana-mana lebih asik dari apa yang diiklankan Sampoerna hijau, karna tak ada yang perlu dirisaukan, sejauh apapun. Bukan karna banyak uang atau berkecukupan, namun karna kami saling menjaga. Dan saat ada saudara kami yang berprilaku diluar dari apa yang saya ceritakan, itu sebenarnya layak untuk dimaklumi. Karna dalam lingkungan beradat sekalipun tetap ada oknum yang tak beradat. Dalam 10, selalu ada satu atau dua telur ayam yang menjadi kerabang. Itu juga tak mutlak salahnya, tentu kelalaian kami menjaganya juga yang membuatnya bisa berprilaku demikian.

Disekolahku kami tak diajar pintar, lebih tepatnya kami membelajarkan diri menggunakan kepintaran dengan menambah wawasan disaat yang sama. Sehingga dalam pandangan saya selaku orang dalam, prasangka dengan jenis apapun terutama dengan konotasi negatif mesti dibelajarkan juga untuk dikontrol, begitupun dengan prilaku dan sifat yang memungkinkan saudara-saudara kami merasakannya. Jika tidak, maka niat niat baik dari orang2 yang memunculkan sekolahku tidak menemukan tempatnya pada masa ini.

Saudara-saudara disekolahku yang tak tinggi umumnya tentu menyadari hal yang demikian , tinggal kita (secara bersama) menjaga prakteknya. Karna kepintaran sebagai suatu hal yang baik ketika difungsikan pada ketidakbaikan, apapun bidangnya, hasilnya sama-sama kita ketahui. Dan seperti yang saya tulis pada tulisan saya yang berjudul "Menisik Jejak Pemimpin"; "Kita tentu tidak ingin mengikuti jejak ormas Islam yang islah baru-baru ini dengan memulai perpecahan diantara kita di masa-masa sekarang. Perpecahan karna kekecewaan dan kekolotan kita mempertahankan ego dan bukannya kebenaran, kecuali kebenaran dalam versi kita (kita-kalangan yang mencipta batas dengan kita lainnya). Malu dengan kelihaian mengenali masalah dan bukan solusinya. Malu pada kepandaian memulai/mencipta masalah dan bukan mencegahnya".

20 Juni 2012


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda sangat diharapkan.
Atas komentar yang Anda berikan, Kami ucapkan Terimakasih.
Bersama Kita berpikir untuk INDONESIA dan DUNIA.