Senin, 04 Juni 2012

Kenapa Saya Bersepakat Dengan Sartre

Yang akan terjadi pada pohon dan burung beo sebelum eksistensinya jelas dapat diketahui, tetapi manusia adalah wujud pertama yang serba belum jelas: Ia akan berupa apa? Ia akan menjadi apa? Apa yang akan diperbuat terhadap dirinya? Apa yang akan dipilih sebagai esensinya?
-Sartre-

Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 – meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya pada masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).

Pada tahun 1964 ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul Sartre menolak. Ia meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di Broussais (Paris). Upacara pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang. Pasangannya adalah seorang filsuf wanita bernama Simone de Beauvoir. Sartre banyak meninggalkan karya penulisan diantaranya berjudul Being and Nothingness atau Ada dan Ketiadaan.

Bagi saya pribadi, Sartre adalah sosok seperti yang digambarkan Einstein dalam kalimatnya; "jika anda tidak bisa menjelaskan sesuatu itu secara sederhana, berarti anda belum benar-benar mengerti". Dan saya pikir karna itu juga hasil pemikiran Sartre yang disampaikan dengan bahasa yang sangat komunikatif mendapat tempat yang sangat layak di dunia. Ia diakui sebagai filosof paling berpengaruh dalam 20 tahun ini.

Tulisan-tulisan Ali Syariati merupakan tulisan yang memperkenalkan saya pada Sartre untuk pertama kali,dan kemudian membuat saya mencari tau sebanyak yang saya bisa mengenainya. Bersepakat secara definitif dalam hal ini saya artikan dengan kesamaan cara pandang. Secara khusus terhadap apa ang Sartre sampaikan pada bagian awal tulisan ini.

Jika Buya HAMKA mengatakan bahwa manusia bisa dikenali dari cara berbicaranya, maka saya tambahkan bahwa manusia hanya bisa diingat (terutama dalam jangka waktu lama) dari apa yang ia lakukan. Dan para tokoh besar dunia yang saat ini ada dalam ingatan Andapun juga begitu. Ada yang mereka lakukan, dan itu menyentuh zamannya sebagai sebab ia menjadi bagian besar dari sejarah untuk kita kenali hari ini.

Namun Sartre dalam hal ini tidak memandang akhir (hasil), ia lebih menyorot pada sebab. Itulah kenapa kalimatnya pada bagian awal tulisan ini memberi penyadaran. Mengingatkan umat bahwa berpangku tangan dan bersikap pesimis itu tak layak, karna selalu ada kemungkinan baik ataupun kesuksesan ketika melakukan sesuatu. Dan karna kita berpeluang untuk kesuksesan itu dengan menguak celah peluang. Cara mana lagi kalau bukan dengan meningkatkan usaha, lalu tawakal serta berdo'a setelahnya. 

Bagi saudaraku sesama muslim, hal ini senada dengan firman Allah dalam surat QS. Ar-Ra'du (13): ayat 11: "Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya".

04/06/2012 


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda sangat diharapkan.
Atas komentar yang Anda berikan, Kami ucapkan Terimakasih.
Bersama Kita berpikir untuk INDONESIA dan DUNIA.