Selasa, 22 November 2011

Tidak Ada Nurani Dalam Setiap Prasangka Buruk


”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian dari prasangka adalah dosa..” (QS. Al-Hujurat : 12) 

Kita akan berbicara tentang penyakit kambuhan yang dimiliki setiap manusia, penyakit yang kalaupun kita sadari namun seringkali kita tak mencegah keakutannya. Dan kesalahan itu manusiawi untuk kita yang tak begitu peduli pada dosa, seteru dan hati yang luka. Penyakit yang kugambarkan dengan nama “prasangka buruk”.

Nurani dalam penjelasan saya; sesuatu tak kasat mata yang ada dalam diri setiap manusia (yang bagi orang beragama disebut sebagai karunia  dari yang Kuasa sebagai pembeda kemanusiawian dengan kebinatangan-selain akal tentu saja) dan bersifat suci/bersih. Tegasnya; tidak ada yang berkaitan dengan dosa disana. Prasangka buruk saya definisikan sebagai anggapan awal yang sifatnya negative terhadap sesuatu yang belum diperiksa kebenarannya. Baik anggapan itu ada dalam pemikiran kita saja, ataupun disampaikan pada satu atau lebih makhluk (utamanya orang) diluar diri kita. Baik secara langsung maupun melalui media (apa saja).

Dalam buku Manajemen Situasi karangan Arif Rahman (InsyaAllah akan terbit ditahun entah kapan dimasa akan datang), dikatakan bahwa untuk bisa mengendalikan sebuah keadaan maka perlu diketahui sebab terjadinya keadaan itu. Sehingga jelas bagian mana yang perlu diperhatikan untuk dikontrol, dievaluasi dan dimodifikasi. Untuk meraih kebaikan maupun keburukan yang diharapkan sebagai hasil akhirnya. Teori tersebut mengantar kita pada pembahasan sebab dari bahasan prasangka buruk ini.

Sebab pertama, rasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman mempengaruhi logika manusia dan mempermainkan perasaannya sendiri dengan praduga-praduga yang muncul karna ketidaknyamanannya. Cek kebenarannya di diri anda. Ketika ada perasaan tidak nyaman maka akan muncul perkiraan-perkiraan yang sekiranya mungkin terjadi. Ketika perkiraan itu melibatkan sesuatu diluar kita dengan anggapan negative, maka lahirlah salah satu bentuk prasangka buruk. Misal: Anda memiliki janji dengan seseorang pada jam 13.15 di suatu hari yang disepakati pada sebuah tempat yang disukai. Pada waktu tersebut Anda telah ada disana, namun teman janji anda belum juga menghadapkan batang hidungnya. Anda kecewa. Perasaan itu membuat anda tidak nyaman, sehingga Anda menganggap teman janji anda tidak menghargai Anda, atau mungkin mempermainkan kebaikan Anda. Nah, kata ”mungkin” mengindikasikan kebenaran yang dikeragui. Disaat bersamaan juga menandakan bahwa itu adalah praduga yang dari bunyi kalimatnya jelas bersifat negative. Saat itu terjadi, apakah anggapan itu suci, dalam artian jauh dari dosa? Jawaban pertanyaan itu menjelaskan tentang eksistensi nurani dalam sebab ini. Tersiksalah anda dengan masalah yang anda kreasikan sendiri. Ditahap lebih lanjut bisa merusak koneksi social Anda, yang artinya mengurangi jumlah manusia yang senang ada didekat Anda.

Solusinya, jaga hatimu. Pagari kebaikannya dengan kecemasan seandainya Engkau di posisi Dia yang membuatmu tidak nyaman.

Sebab kedua, cemburu. Distadium lebih lanjut disebut “iri”, dan terparah populer dengan predikat “dengki”. Jenisnya sama namun efeknya menaik sesuai dengan tingkatan levelnya.

Sebab ketiga, benci.
Ada yang membedakan rasa tidak nyaman dengan cemburu-iri-dengki dan benci dalam penjelasan saya. Rasa tidak nyaman dalam tulisan ini dimaksudkan pada orang yang tidak Anda cintai dan tidak Anda benci, teman misalnya. Rasa cemburu, dikhususkan pada orang yang hati anda memiliki gantungan padanya. Iri teruntuk bagi kepemilikan seseorang atas sesuatu, sifat ataupun benda. Dengki menjurus pada individunya. Dan benci menjurus pada individu, berikut apapun yang ada padanya.

Sehingga dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan:
Tidak sempurna kebaikan akhlak seseorang ketika prasangka buruk memiliki porsi lebih dari cukup dalam kepribadiannya. Arti cukup itu ketika sebuah sifat melebihi batasan wajar untuk bisa diterima dengan maklum dalam persepsi manusia umumnya. Bahkan Rasulullah mengatakan prasangka ini sebagai sebuah kedustaan yang paling dusta, “Jauhilah olehmu prasangka buruk, sebab prasangka buruk adalah ucapan yang paling bohong." (Muttafaq Alaih)

Rasulullah juga melarang kita untuk mengucapkan apa yang menjadi perasangka kita di dalam hati, “…Dan apabila kamu berperasangka buruk, maka hendaknya jangan kamu ucapkan…” (HR. Thabrani)

Namun ‘dzan’ atau prasangka ini adapula yang diperbolehkan, diantaranya adalah menyangka orang dengan prasangka yang baik (husnudzan). Dan juga prasangka yang diperintahkan kepada kita untuk mengikutinya, yaitu dalam masalah agama. Sebagaimana firman Allah:

“…Lalu berkatalah orang-orang yang memiliki ‘dzan’ bahwa mereka pasti akan bertemu Allah : ‘Betapa banyak kelompok yang sedikit dapat mengalahkan kelompok yang lebih banyak dengan idzin Allah. Dan Allah itu menyertai orang-orang yang sabar.’” (QS. Al-Baqarah : 249)

20 Agustus 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda sangat diharapkan.
Atas komentar yang Anda berikan, Kami ucapkan Terimakasih.
Bersama Kita berpikir untuk INDONESIA dan DUNIA.