Arif Rahman

Penulis Buku : "Ketika Udara Terjungkir Di Bawah Langit Bumi.

Arif Rahman

Jasa Ghost Writer Professional.

Arif Rahman

Arif Rahman dan yulia Diana.

Jumat, 08 Januari 2010

Semesta Warna Merah (DIDADAKU)

Aku pernah memindahkan kata hati lewat suara,

namun itu menjatuhkanku.

Benarkah selama ini kita benar-benar memperbaiki diri,

atau kita cuma menikmati waktu untuk kemudian mengakhirinya?

Jika memang,

maka inilah aku yang menundukkan kepala.

Salut.

Untuk menutupi sedih yang membuat darahku menjadi airmata.


Aku takut mengadu pada Tuhan.

Tuhan sudah terlalu baik.

Ia tetap mengerti meski aku tak mengadu.

Dan dengan pengertian diatas segalanya,

Tuhan tetap membantu.


Kusesap kerapuhan ini sendiri.

Meski telah dua kali lututku menghentak tanah.

Lemah ketika menyadari ini bukan sandiwara.


Sebagiankah dari sentakan malaikat maut?


Aku tau Tuhan tak ridho akan keluhan.

Tapi aku manusiamu yang lemah Tuhan…..

Yang tak mampu menciptakan senyum ditengah kerangkeng kesedihan.


Matikah?

Ketika semua indera mendadak buta.

Didengarkah?

Saat hatiku menjerit patah.


Lebih lembut dari kata mohon,

kembalikan cahayaku yang selainMU tuhan…..

Mereka yang malaikatMU redupkan dan kuharap saat ini disisiMU sudah terlalu banyak untuk sanggup manusiaMU yang lemah ini terima…..

Aku membutuhkannya untuk bertahan disini,

ditempat yang fana…..

”semesta warna merah”

‘DIDADAKU’

Semesta Warna Merah(DIDADAKU)

Generasi Ciptaan Bangsa

Dua puluh tujuh siswa duduk rapi dalam kelas kesenian, menunggu instruksi yang akan diberikan guru sambil memegang pensil dan menatap buku gambar. Maklum, masih SD, dalam paradigma Indonesia belum perlu alat tulis yang wah.
“murid-murid semuanya, hari ini kita bikin gambar pemandangan. Silakan semuanya bikin gambar pemandangan.”
Lalu lonceng berbunyi, kelas menjadi riuh, buku gambar dikumpul dan siswa berhamburan keluar. Tak berapa lama berselang, guru kesenian kita ikut pilang. Melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan sehari-harinya dirumah sampai hari beranjak malam. Lalu mulailah ia melihat hasil kreativitas siswanya. Buku gambar pertama ia tersenyum. Buku gambar kedua, ketiga, sampai yang kedua puluh tujuh. Ia tersenyum, puas. Hasilnya persis seperti yang diajarkan. Gambar berformat dua gunung, satu jalan ditengah, satu pohon, satu rumah kecil, dan sisanya bentangan sawah.
Lalu ketika ditanya kenapa bisa sama?
Jawaban yang ada, “dari dulu gambar pemandangan seperti itu”.
Inilah fenomena. Keseragaman yang diseragamkan tapi tak tahu apa alasannya kenapa seragam dan untuk apa keseragaman.
Kreativitas dibatasi pada satu sudut pandang, begitupun dalam hal warna sepatu, warna pakaian, dan lain sebagainya, dan disaat yang sama dunia pendidikan berusaha menanamkan bhineka tunggal ika didada mereka.
Apakah ini generasi Indonesia hari ini?

Proses Pemerolehan Bahasa Pada Manusia

Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua (Second Language Learning) dilaksanakan dengan sadar. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi se-hari-hari oleh seseorang di dalam lingkungan ke-lompok masyarakatnya, yang ia peroleh secara alamiah dan wajar sejak lahir disebut bahasa ibu atau bahasa pertama orang tersebut, sedangkan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi oleh orang-orang di luar lingkungan kelompok masya-rakatnya dinamakan bahasa asing yang apabila dipelajari oleh orang tersebut akan menjadi ba-hasa keduanya. Istilah bahasa kedua atau second language di-gunakan untuk menggambarkan bahasa-babasa apa saja yang pemerolehannya/penguasaannya dimulai setelah masa anak-anak awal (early childhood), termasuk bahasa ketiga atau bahasa-ba-hasa lain yang dipelajari kemudian. Bahasa-ba-hasa yang dipelajari ini disebut juga dengan bahasa target (target language).

Orang dewasa mempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua:
Pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.

Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri.

Dalam pemerolehan bahasa ada dikenal istilah hipotesis input, disebut hipotesis input (masukan) karena belajar B2 dianggap mengalami suatu perkembangan dari tahapan i (kompetensi sekarang) menuju tahapan i + l. Untuk menuju tahapan i+l dituntut suatu syarat bahwa Si-Belajar sudah mengerti mengenai masukan yang berisi i+l itu. Secara ringkas teori tahapan perkembangan bahasa menurut Corder (1973) dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Tahapan Kegalatan Acak, Pertama Si-Belajar berkata *Mary cans dance" sebentar kemudian diganti menjadi "Mary can dance".
b. Tahapan kebangkitan, Pada tahapan ini Si-Belajar mulai menginternalisasi beberapa kaidah bahasa kedua tetapi ia belum mampu membetulkan kesalahan yang dibuat penutur lain.
c. Tahapan Sistematik, Si-Belajar sudah mampu menggunakan B2 secara konsisten walaupun kaidah B2 belum sepenuhnya dikuasainya. d. Tahapan Stabilisasi , Si-Belajar relatif menguasai sistem B2 dan dapat menghasilkan bahasa tanpa banyak kegalatan atau pada tingkat post systematic menurut Corder.

Jadi teori apa pun yang dipakai, harus diingat bahwa untuk mencapai pemerolehan bahasa tetap diperlukan berbagai latihan yang mungkin agak berbau mekanistis.

Ini Rinduku (Rindu Seorang Aktivis)



Jantung bergetar untuk menyerukan semuanya,
karena ia tak kuasa menanggungnya sendiri,
ia tak kuasa,tak kuasa tentu saja...

Akan ada banyak nuansa dihati,
dihari-hari yang kita tlah merasakannya berlalu dan selalu terasa sekejap.
Seperti tanda yang tlah ditinggalkan sebuah kata pada badan perasaan,
pada banyak lagu yang didendangkan,
pada setiap pesan yang disampaikan,
pada lambung mimpi yang berangan dan tentu pada matamu.
Ia punya tanda disana...

Ini tak seperti bagaimana kita menatap hati,
disini hanya ada untaian kata,
beraga kertas dan tanpa suara.
Anggaplah seperti rintik hujan, tetesan kecil yang membasahkan.

Yang kutuju adalah hatimu karena kuyakin ada aku disana,
meski matahari jiwa mengalami kepudaran warna...

Mungkin butuh suryakanta yang bisa menembus kulit tanpa melukainya,
untuk membuat mata percaya pada kata yang detak jantung getarkan.
Sayang sang suryakanta belum tercipta.

Jantung tak akan diam, tak akan pernah diam untuk membuat darah mengalir menyebarkan airmata perasaan sampai pada tabung-tabung nadi terkecil diujung tubuh.

Ku tak ingin membuat matamu lelah (mata yang sama),
sehingga keindahannya mesti dihiasi sepasang lensa.
Kuingin dirimu tetap seperti ini,
seperti yang biasa kusebut “extremely nice”...


  30 November 2008


ZEIT GEIST


Kita telah berjalan pada denah akademika, tentu saja akademika bukanlah sesuatu yang luar biasa sekalipun ia cukup tenar sebagai media aufklarung dalam regenerasi. Wajar sebenarnya jika mahasiswa hari ini dikenal sebagai “makhluk apa adanya”. Tak ada yang perlu disesali karna tak ada suatu realita yang telah diusahakan untuk sebuah penyesalan.

Zeit geist bukanlah sesuatu yang bisa dipancing, ia mestilah hadir dengan sendirinya karna ia punya cangkang dimasing-masing kita. Ada yang cangkangnya rapuh sehingga ia cepat keluar menampakkan zeit di geistnya, dan ada yang cangkangnya (dianggap) tercipta dari baja sehingga anggukan dibanggakan sebagai persetujuan “amin” pada apa yang Soe Hok Gie sebut kesewenangan atau lebih keras lagi, kemunafikan para tiran.

Ayolah teman, teriakan hanya sampai didaun telinga, takkan sudi ia menjangkau adrenalin yang dipingit cangkang baja. Merasa aktivis baik, luar biasa mungkin, dan tentu saja ketika mengajak seluruh umat jadi aktivis (sekalipun bisa), apakah takkan mengubah keseimbangan dunia? Terimalah, tak mesti seluruh umat jadi penjual karna akan melenyapkan pembeli dan memaksa terjadinya inflasi. Dunia aktifis memang bukan jual beli, tapi berprinsip yang senada diserat yang lebih eksplisit.