Arif Rahman

Penulis Buku : "Ketika Udara Terjungkir Di Bawah Langit Bumi.

Arif Rahman

Jasa Ghost Writer Professional.

Arif Rahman

Arif Rahman dan yulia Diana.

Jumat, 07 Januari 2011

Tulisan Tak Sempurna (Untuk Sahabat)


Sobat…

Pelangi hari ini tak akan pernah sama dengan hari kemaren. Lewat cercahan warna-warna yang tabu, juga lewat bulir mutiara-mutiara cair dari permadani awan, kutiupkan sumpah persahabatan. Saling berbagi, saling tolong, dan saling bernuansa.

Lewat selimut panas matahari kusenandungkan sekelumit harapan diatas jiwa-jiwa yang gersang, kulantunkan jua detak-detak mesiu rindu yang semakin lama semakin rancu. Hingga tak pernah ada yang tau kita tlah kembali pada titik awal berdiri, gamang. Rapuh, mungkin pula tumbang atau ditumbangkan.

Kembali lagi. Dan sudah pasti kembali pada pelampiasan terakhir, airmata! Pengembalian ini takkan nikmat tanpa sedu-sedan yang menghabiskan hari, membantai naluri, berlanjut pada penyembelihan hati. Jadilah kita manusia-manusia beraga karang tapi berjiwa angin. Ingin kusampaikan kata kasihan. Sayang, aku sangat benci manusia seperti ini.

Sahabat…

Lewat hari yang akan kita lewati, bangkitkan dunia baru yang ungu, penuh harapan, tanpa putus asa! Berjuang diantara kerikil dan gunung karang dunia, berontak pada jiwa-jiwa diktator. Kukatakan ini, karena kuyakin kau mampu…

(Tulisan ini belum selesai, tapi sungguh, saya menikmati keluguan saya didalamnya)


Pancasilaku

Bintangmu tak lagi bercahaya,
hanya redup.

Pancasilaku, kenapa beringinmu tak lagi kokoh,
mulai condong.

Rantaimu tak lagi kekar,
membayangkan keretakan.

Pancasilaku, kenapa padi dan kapas tak lagi melimpah?
Mungkin disantap hama tak berasa.

Kepala bantengmu tak lagi meradang,
hanya terpajang.

Garudaku,
sayapmu tlah patah,
tak diobati sehingga tak lagi terbang tinggi.

Garudaku, ahh Garudaku…
Kau tlah terkapar.
Semangat kilat matamu dianggap berlalu.

Garudaku, Garuda Pancasila.
Pita yang kau genggam kehilangan makna,
dan patukanmu tak lagi berbekas sukma.

Oo Garuda Pancasila,
sayang merah tak lagi merangsang,
dan putih terlampau kaku.
                                                            Padang Japang, 06 September 2004

Pancaran Cinta


Simaklah suara desir angin di samudera angkasa,
tiap hening melebur dunia.

Maka kan kau saksikan agungnya cinta.
Bukan sekedar koar indah kata
Selalu disepuh tulus dan canda.

Andai kau bisa meresapi siratnya dibari,
mungkin sedikit kan ngerti.
Pegasus tak pernah sanggup mengejarnya.

Cinta selalu melampiaskan ceria,
selalu pula disilang-seling duga.
Tak beda dari debu di jala laba-laba.

Pancaran cinta adalah pukau rasa,
dilengkapi cemburu dan belai mesra.
Bukan sekedar make-up pemanis.
Bukan pula sebab sedih menangis.

Pancaran cinta adalah kuda astral,
berlari dalam kancah murka dan renjana.
Menggali benih batang afeksi,
Aplikasi naluri dua jiwa.
Penyatu antara hidup dengan masa.

                 02 Januari 2005

Sehingga Demokrasi Sekarat


Pekik demokrasi semakin tajam menyepuh langit.
Menyuarakan khayal yang tlah kusam
dihimpit beban zaman.
Sehingga kita hanya bisa mencicipi demokrasi
yang dalam keadaan sakratul
Sebab nilai kejujuran telah sangat
kintir…

fatamorgana semakin seksi melepas kemanusiaan.
Karena kemanusiaan juga telah bugil
untuk syurga sesaat.
Sehingga kami hanya bisa mendendangkan ironi,
siksaan.

Tuan-tuan penguasa,
Telah menina bobokan jenazah perjuangan dalam sepi daka,
Dan malah menginfakkan kanopi-kanopi sayatan panjang,
ke inti sanubari kami.

Sehingga berontak mendidih diubun-ubun kami!
Sehingga kebrutalan jadi pakaian dalam
yang jarang dicuci.

                                                                                    14 Desember 2004

Harapku Padamu

Dirimu tlah kulukis dalam jemala ubun-ubunku.
Kuukir ditengah khasanah kalbu.
Mencipta tugu cinta
kokoh didasar bariku.

Dinda…

Kaulah puspa kencana,
Kekar berkuasa dalam jiwa.
Kutertarik sembrani cintamu,
dan terjerat dalam indahnya
loka percintaan.

Dinda…

Rentangkanlah satu celah,
Tak tertanggungkan keganasan rajam dewi kasih
yang membanting dikarang duka.
Pedih,
Dipalang ke tak kuasaan rasa.

Kesatria Perang

Kesatria Perang

Tingkah bahana letusan meriam dan senapan.
diseling dencing senjata tajam,
dan sering pula terdengar jerit luka kematian.
Sejuta keperihan dan jerit kesakitan.
Bunga api muncrat menghias.

Sekali durjana diatas,
akan dating durjana itu tertindas,
selama-lamanya.

Gegap gempitalah sorak kemenangan,
Lalu sunyi.
Korban kemerdekaan diam damai,
dalam hamparan tanah,
ditutup darah merah mereka.
Ribuan pahlawan yang gugur,
dicatat sejarah sepanjang masa.

                                                                              Padang Japang, 26 Januari 2004

Selasa, 04 Januari 2011

Berfikir Abnormal Memandang Dinamika Pergerakan Mahasiswa

Disana, di Istana sana, Sang Paduka Yang Mulia Presiden tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya. Dua ratus meter dari Istana, aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga. Aku besertamu orang-orang malang…”
Soe Hok Gie, Zaman Peralihan

Secara umum, abnormalitas dapat kita pahami sebagai sesuatu diluar kebiasaan/kewajaran umum. Aktivitas yang menyimpang dari kebenaran yang terlembagakan oleh wacana kebudayaan formal.

Eksistensi mahasiswa dan keharusan melakukan pergerakan
Berbicara tentang dunia pergerakan mahasiswa kita mesti berada di titik nol, dimana kita memandang realita apa adanya, bukan memandang dengan idealnya. Jika tidak, maka . kesadaran, sesuatu yang seharusnya berkedaulatan penuh, terampas secara tidak sadar melalui apa yang disebut Faucault, kuasa pengetahuan.

Titik tolak suatu perubahan khususnya bagi para agen of change tak lepas dari kesadaran diri baik secara individu maupun kelompok. Hal ini mengacu pada tujuan life adjustment curriculum yang menitikberatkan pada pengembangan kepribadian dan kegunaan social dari apa yang dipelajari.

Setiap pergerakan baru bisa berjalan sebagaimana mestinya ketika sebuah pergerakan itu mempunyai wadah yang mampu memfasilitasi pergerakan itu sendiri. Baik dalam hal arah pergerakan, tujuan, style pergerakan dan lain sebagainya. Tentu saja, wadah tersebut mestilah sesuai dengan pergerakan itu sendiri. Semisal; organisasi intra kampus mewakili kebutuhan pergerakan kumpulan individu yang ada didalamnya, contoh BEM/DEMA. Sedangkan organisasi ekstra kampus mewakili kebutuhan yang pergerakan kumpulan individu yang tergabung didalamnya, sesuai dengan arah dan tujuan masing-masing organisasi tersebut.

Sebagai mahasiswa yang berada di sebuah kampus (STAIN Batusangkar), maka BEM yang di waktu yang akan datang disebut DEMA merupakan salah satu sarana pergerakan mahasiswa, berikut dengan lembaga kemahasiswaan dibawahnya. Dikatakan demikian karena setiap individu yang terikat dengan sebutan sebagai mahasiswa, otomatis telah terikat dengan Tri Darma Perguruan Tinggi. Jelasnya, poin pengabdian masyarakat merupakan dalil mahasiswa dalam melakukan pergerakan. Dan pergerakan mahasiswa tentunya berwadah lembaga kemahasiswaan, sebagaimana saya sampaikan diatas, yaitu BEM/DEMA beserta lembaga kemahasiswaan dibawahnya.

Persoalannya sekarang adalah, apakah lembaga kemahasiswaan, khususnya di STAIN Batusangkar ini sudah menjadi wadah merumuskan pergerakan? Saya memandang, dunia pergerakan di STAIN Batusangkar ini mengalami kemunduran intelektual dan ideology pergerakan. Kita tidak memiliki budaya yang semestinya dimiliki mahasiswa. Kita tak rajin baca, diskusi, apalagi aksi. Kita tidak memperdulikan fitrah mahasiswa yang mempunyai fitrah pergerakan. BEM sendiri tidak mampu eksis sebagai sarananya, program apa yang telah dijalankan BEM yang mampu menyaingi program HMPS? Selain jalan-jalannya tentu saja. BEM telah mengerdilkan dirinya sendiri. Orang minangkabau bilang; nafsu kuek, tanago kurang (nafsu besar, tenaga kurang. red). Ingin menjadi pemimpin tapi tak mampu merefleksikan amanah kepemimpinan.

Perjalanan hidup mahasiswa itu hari ini mengalami fenomena yang sangat krusial. Ketika menulis ini, saya menyaksikan sebagian besar generasi mendatang negeri ini (khususnya pelajar dan mahasiswa) hidup dalam kondisi yang problematis. Sebelum melayangkan pandangan jauh, kepedulian apa yang kita miliki selain dari apa yang berhubungan dengan diri kita sendiri?  Dan tanpa harus datang ke lokasi kejadian, kita sudah cukup percaya dengan berbagai tragisme dalam kehidupan mereka, narkoba, tawuran, dan seterusnya. Dalam realita, mereka adalah pelaku! Bukan sekedar korban. Kenyataan yang tidak memberi peluang kepada kita untuk berkata bahwa bangsa ini merupakan masyarakat yang luhur, sopan, ramah dan bermartabat.

Hari ini kekuatan menjadi sesuatu yang dikultuskan. Tentu saja pemikiran demikian memberikan motivasi, baik bagi individu maupun kelompok. Motivasi ini membuat individu maupun kelompok yang memilikinya melakukan banyak usaha untuk mencapai goal dari desirenya. Hal yang tidak kalah penting untuk mengimbangi efek motivasi tersebut adalah kesiapan menjalani efek itu sendiri. Dalam hal ini kemampuan meletakkan sesuatu pada tempatnya, saya sebut dengan kromosom adjustment, menyelesaikan apa yang akan terjadi kedepannya. Karena kharisma tidak cukup untuk menjamin segala sesuatu yang seseorang lakukan adalah lebih baik. Berani saya katakan demikian, karena kemampuan itulah yang membuat segala sesuatu berfungsi dengan baik. Untuk BEM atau DEMA sekalipun.

Kondisinya di STAIN Batusangkar hari ini kita tidak menemukan hal yang demikian. Saya khawatir, hal ini akan memicu degradasi kepemimpinan, kualitas, dan eksistensi mahasiswa kedepannya di STAIN Batusangkar ini, mengingat kondisi lembaga kemahasiswaan yang telah saya sampaikan diatas. Untuk itu harus ada yang berubah, setiap kita berpotensi jadi orang besar, maka berhentilah mengerdilkan diri kita sendiri.

Saya bersama saudara Rezi Maswar pernah melakukan sebuah penelitian berjudul Pandangan Masyarakat Terhadap Prilaku Mahasiswa STAIN Batusangkar pada tahun 2010 lalu. Dalam penelitian tersebut pada bagian Pandangan Masyarakat Terhadap Perilaku Hubungan Sosial Mahasiswa STAIN Batusangkar yang terdiri dari tiga poin, dua poin diantaranya dinilai sangat buruk dengan persentase diatas 60%, bahkan mencapai 90%. Tepatnya untuk poin keterlibatan mahasiswa STAIN Batusangkar dalam kegiatan masyarakat dan hubungan antara mahasiswa dengan sesame teman kos, pemilik kos, dan tetangga.

Dengan gambaran sebagaimana diatas, wajar kiranya jika ada statemen yang menyatakan perbedaan kita dengan siswa SMA sederajat hanyalah masalah seragam. Karena bagaimana mungkin individu yang mempunyai masalah sebagaimana diatas bisa mengamalkan tri darma perguruan tinggi, terkhusus pada poin pengabdian masyarakat. Dan kita masih saja berkoar bahwa mahasiswa adalah agent of change, bertindak sebagai social control.

Secara akademis, kita larut dalam budaya masa SLTA yang membuat kita lalai memaknai peristiwa yang terjadi disekitar kita. Hal itu tidak terlepas dari belenggu system pendidikan yang kasarnya sudah bersifat otoriter. Dikatakan demikian karena kita para mahasiswa dibelenggu segudang tuntutan dan peraturan. Kegiatan yang diikuti seringkali hanya karena dimotivasi SKEK. Sehingga tujuan semestinya dari sebuah kegiatan menjadi amat langka untuk dicapai. Sekali lagi, kekuatan doktrin system telah membuat kita seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

Dari segi budaya berorganisasi, kita para mahasiswa menyediakan diri untuk tidak kreatif. Dibuktikan dengan program kegiatan yang notabene mencontek para pendahulu kita. Tidak ada inovasi, dan sungguh, saya menilai kretivitas tidak hanya sekarat, ia telah mati di STAIN Batusangkar ini. Tidak adanya hasil kreativitas baru juga berefek rentan terhadap mental kita ketika berhadapan dengan teman-teman mahasiswa dari kampus yang berbeda, maupun ketika menghadapi tanya orang-orang sekitar kita.

Di sisi perpolitikan kitapun sangat pragmatis, memandang sebatas kegunaan saja, dan sungguh pemikiran yang demikian telah menciptakan pola interaksi yang kotor diantara kita. Pemikiran yang apabila sesuatu itu mempunyai kegunaan besar bagi kita, maka ia harus dimiliki, bagaimanapun prosesnya. Sejatinya, sudah berada di ranah politik praktis. Efek yang paling jelas dari hal tersebut adalah, kita menjadi komunitas yang terpecah belah, bukan dalam pengertian birokrasi tapi dalam pengertian sebenarnya.

Ranah agama adalah yang paling gampang untuk dijelaskan. Tak perlu melihat hasil penelitian yang kami lakukan. Berdasarkan semua yang telah disampaikan diatas, agama mana yang cocok dengan aktivitas kita? Nyatanya, tidak ada selain atheis, dimana agama dipisahkan dengan peradaban. Kenyataan yang terpampang bahwa agama telah dilembagakan dalam kehidupan kita. Kita secara personal menyenangi anggapan bahwa hanya kader LDK yang berada dalam kemestian untuk beribadah. Sementara itu kita bangga pada pencapaian yang tidak bertujuan.

Ideologi (isme-isme dewasa ini), mengalami krisis representasi dan legitimasi. Ideologi telah gagal merumuskan pemecahan atas krisis. Ideologi hanya melahirkan serangkaian luka maupun tragedi. Ia mandek dari fungsi awalnya sebagai pembebas. Ideologi dipahami, digali untuk sekedar mendongkel kekuasaan. Tidak untuk menghancurkan struktur penindasan itu sendiri. Sehingga kita dibayangi perubahan yang semakin nisbi kebaikannya.

Jika ada sebuah pertanyaan, bagaimana memberdayakan lembaga kemahasiswaan dalam membangun dinamika pergerakan yang bermarwah dan berimplikasi positif dalam aspek kehidupan mahasiswa (akademis dan kepribadian)? Jawabannya telah kita ketahui sebelumnya, yakni kesadaran diri baik secara individu maupun kelompok, meletakkan sesuatu pada tempatnya, saya sebut dengan kromosom adjustment, menyelesaikan apa yang akan terjadi kedepannya. Kita hanya perlu menyadari yang kita ketahui. Konsisten dengan ideology dan terima serta jalani fitrah kita sebagai insan pergerakan.

Saya pernah menulis, kesalahan terbesar dalam bertuhan adalah syirik, dan kesalahan terbesar dalam berorganisasi adalah fanatik. Karena itu saya mengajak sahabat semua, mari kita budayakan forum diskusi, sebuah jalan bagi kita itu untuk menemukan kebenaran bersama.

Izinkan saya mengakhiri tulisan pendek ini ini dengan mengutip tulisan Soe Hok Gie (And The Sixth Rider is The Fear) dalam Zaman Peralihan mengomentari tentang rasa takut, : ” Manusia, adalah apa yang dipikirkannya. Jika anda adalah seorang yang berani dan jujur, dan itu yang anda pikirkan, tidak ada sesuatu pun yang bisa mengubahnya.”